Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 22 September 2016

[PAJAK] DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK




Dalam pemungutan pajak harus berdasarkan dasar pengenaan pajak sesuai peraturan yang ada di Indonesia dimana dasar pengenaan pajak tersebut ada yang ditentukan oleh Negara dan juga ada yang ditentukan oleh pemerintahan daerah baik Profinsi maupun Kabupaten. Berikut merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang pengenaan pajak di Negara:
-       Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan/UUKUTp" Undang-undang No. 6/1983, diganti dengan Undang-undang no.16/2000;
-       "Undang-undang Pajak Penghasilan/UU PPh": Undang-undang No.7/1983, diubah dengan Undang-undang No. 17/2000;
-       "Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"/UU PPN/PPn BM ): Undang-undang No. 8/1983, diubah dengan Undang-undang No. 18/2000;
-       "Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan - UU PBB"): Undang-undang No. 12/1985 diubah dengan Undang-undang No. 12/1994;
-       "Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa/UU PPSP") Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan Undang-undang No. 19/2000;
-       "Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan/UU BPHTB") Undang-undang No. 21/1997 diubah dengan Undang-undang No. 20/2000;
-       "Undang-undang Pengadilan Pajak/UU PP": Undang-undang No. 14/2002;
-       "Undang-undang Bea Meterai/UU BM" pendek kata: Undang-undang No. 13 of 1985.

Berikut merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang pengenaan pajak di daerah:
-       Dasar hukum pajak daerah dan retribusi UU Nomor 18 Tahun 1997, Diubah menjadi UU Nomor. 34 Tahun 2000

Dalam pemungutan pajak juga diperlukan tata cara dalam pemungutannya, sebagai berikut:
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a.    Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.

b.   Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.

c.    Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.


Pemungutan pajak diperlukan 3 asas pemungutan pajak:
a.    Asas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.

b.   Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c.    Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

Pemungutan pajak diperlukan 3 sistem pemungutan pajak:
a.    Official Assesment system, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.ciri-cirinya :
1.   wewenang untuk menentukan besarya pajak terutang ada pada fiskus
2.   wajib pajak bersifat pasif
3.   utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

b.   Self Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.ciri-cirinya adalah:
1.   wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
2.   wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3.   fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c.    With Holding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga pihak selain fiskus dan wajib pajak.


 
PAJAK PENGHASILAN

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

a.   Dasar Hukum Pemungutan Pajak PPh
Dasar hukum pemungutan pajak diperoleh dari peraturan Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2008 atas Undang-Undang  Nomor. 7 Tahun 1983  Tentang “ Pajak Penghasilan”. Dan dasar hukum lainnya seperti:
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannnya, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016 tentang Tata Cara Pengadministrasian LaporanGateway Dalam Rangka Pengampunan Pajak, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-49/PJ/2016 tentang Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi berupa Denda atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Elektronik, bersma ini kami lampirkan surat keputusan tersebut.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.010/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-42/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.

b.    Subjek Pajak Penghasilan
  1. Orang pribadi;
  2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
  3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan
  4. Bentuk usaha tetap (BUT), adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
-       Tempat kedudukan manajemen;
-       Cabang perusahaan;
-       Kantor perwakilan;
-       Gedung kantor;
-       Pabrik;
-       Bengkel;
-       Gudang;
-       Ruang untuk promosi dan penjualan;
-       Pertambangan dan penggalian sumber alam;
-       Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
-       Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
-       Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
-       Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
-       Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
-       Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di indonesia; dan
-       Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

a)   Subjek Pajak Dalam Negeri
1.   Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2.   Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
3.   Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
-       Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
-       Pembiayaannya bersumber dari apbn atau apbd
-       Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah
-       Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
-       Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b)  Subjek Pajak Luar Negeri
1.    Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
2.    Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

c)   Tidak termasuk Subjek Pajak
1.   Kantor perwakilan negara asing;
2.   Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
-       Bukan warga Negara Indonesia; dan
-       Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
-       Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.    Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
-       Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
-       tidak menjalankan usaha; atau
-       kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4.    Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
-       Bukan Warga Negara Indonesia; Dan
-       Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

c.    Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
1.    penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2.    hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3.    laba usaha;
4.    keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
-       keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
-       keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
-       keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
-       keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
-       keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
  1. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
  2. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  3. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
  4. royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
  5. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  6. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  7. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  8. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
  9. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  10. premi asuransi;
  11. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  12. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  13. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
  14. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  15. surplus Bank Indonesia.

d.   Objek Pajak PPh Final
  1. bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
  5. penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

e.    Tidak Termasuk Objek Pajak
1.    Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;
2.    Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3.    Warisan;
4.    Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5.    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
6.    Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
7.    Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
-       dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
-       bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
8.    Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9.    Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10.     Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11.     Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
-    Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
-    Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12.     Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
-       Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;
-       Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;
-       Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;
13.     Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
14.    Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

d.   Perhitungan PPh 21 Terbaru
Perhitungan PPh 21 terbaru selalu disesuaikan dengan tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) terakhir yang ditetapkan DJP. PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) yang tercantum pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1.   Rp 54.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 4.500.000,- per bulan untuk wajib pajak orang pribadi.
2.   Rp 4.500.000,- per tahun atau setara dengan Rp 375.000,- per bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan).
3.   Rp 4.500.000,- per tahun atau setara dengan Rp 375.000,- per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.
Adanya penyesuaian tarif PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) tersebut, membuat cara menghitung PPh 21 juga mengalami perubahan.

Contoh cara menghitung PPh 21 terbaru karyawan atau pegawai tetap dengan PTKP 2016 ( PTKP Terbaru ) adalah sebagai berikut :
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000,- per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp 30.000,- per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016 di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,-.



Hasil penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut :
 
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120% : Rp 147.538,00 x 120% =        Rp 177.046,00

Penjelasan:
Diasumsikan gaji pokok sebesar Rp 6.000.000,-.
(i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% - 1.74% sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007. Di fitur PPh 21 aplikasi OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan dalam cara menghitung PPh 21 adalah tarif JKK yang paling umum dipakai perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%. 
(iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan, atau Rp 6.000.000,- setahun
(iv) Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan. Jumlah persentase yang diterapkan dalam cara menghitung PPh 21 di sini adalah 1%.
(v) Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun, namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei misalkan, maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan). Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari.
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib pajak. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, terhitung 1 Januari 2016, PTKP 2016 ( PTKP terbaru) yang berlaku adalah sebagai berikut:
o  Untuk Wajib Pajak orang pribadi Rp 54.000.000,- per tahun. 
o  Tambahan Wajib Pajak kawin Rp 4.500.000,- per tahun. 
o  Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 4.500.000,- per tahun. 
o  Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 4.500.000,- per      tahun.
Besarnya PTKP 2016 jika dilihat dari status perkawinan WP (TK = tidak kawin ; K = kawin):
TK/0 = Rp 54.000.000,- per tahun
  • K/0   = Rp 58.500.000,- per tahun
  • K/1   = Rp 63.000.000,- per tahun
  • K/2   = Rp 67.500.000,- per tahun 
  • K/3   = Rp 72.000.000,- per tahun
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki 3 tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000,00.

Referensi:
  o http://effendi-dmth.blogspot.co.id/2012/07/dasar-dasar-pemungutan-pajak.html#.V KHzvl97IU
o   http://hukum-pajak.blogspot.co.id/2010/04/tata-cara-pemungutan-pajak.html
o   http://www.pajak.go.id/content/seri-PPh-subjek-pajak-penghasilan
o   http://www.pajak.go.id/content/seri-PPh-objek-pajak-penghasilan
o   http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/PPh-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-PPh-pasal-21

Penyusun :
  -     Indah Srirezeki (1506982)
  -     Srirahayu Ningsih (1503773)
  -     Yucida Hairani (1506983)


Bandung, 22 September 2016 (Mhyn/A)
Published: By: Unknown - 06.49.00