Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 18 Desember 2016

Tag: , , ,

[PAJAK] PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PPH PASAL 4 (2) FINAL




PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

DASAR HUKUM

a.       Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
b.      KMK-25/KMK.03/2001
c.       KMK-392/KMK.03/2001
d.      KMK-236/KMK.03/2003
e.       PMK-154/PMK.03/2007
f.       PMK-08/PMK.03/2008
g.      PMK-210/PMK.03/2008
h.      KEP-523/PJ./2001
i.        KEP-25/PJ./2003
j.        KEP-23/PJ./2009
k.      PP-138 Tahun 2000
l.        PMK-184/PMK.03/2007

KONSEP DASAR PPH PASAL 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :
a.       Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang mewah;
b.      Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
c.       Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

SUBJEK PPH PASAL 22
Berdasarkan  PKM-210/PKM.03/2008 tgl 11 Desember 2008 tentang Perubahan kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 Tentang Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya.
Berdasarkan PKM-210 ini maka pemungut PPh pasal 22 menjadi sebagai berikut:
1.      Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2.      Diektorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3.      Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja pusat (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.      Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
5.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha perusahaan semen, perusahaan kertas, perusahaan baja, dan perusahaan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.      Produsen atau perusahaan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam perusahaan perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan perusahaan atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
8.      Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

PMK-210/PMK.03/2008 telah dicabut dan sebagai gantinya dikeluarkan Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK No. 154/PMK.03/2010 ("PMK-154") yang mengatur tentang "Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di BidangLain. Dengan demikian, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang PPh pasal 22 sejak 31 Agustus 2010 adalah sebagai berikut:
1.      PMK-154/PMK.03/2010 tgl 31 Agustus 2010 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor maupun Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
2.      PMK-253/PMK.03/2008 tgl 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

OBJEK PPH PASAL 22
PEMUNGUTAN PASAL 22 ATAS IMPOR
a)      Pemungut
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
b)      Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor:
                          i.      yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
                        ii.      yang tidak menggunakan API , sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
                      iii.      yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
                      iv.      atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan API sebagaimana yang dimaksud pada poin (i) sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya dengan dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di bidang pabean. 
c)      Saat Terutang dan Pelunasan
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
d)     Tata cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Impor Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang oleh Pemungut Pajak dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh perusahaan yang bersangkutan ke Bank Devisa, atau Bank Persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.

Pelaksanaan penyetoran Pajak  Penghasilan Pasal 22 tersebut menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebgai Bukti Pemungutan Pajak. (Khusus untuk DJBC penyetoran paling lambat dilakukan satu hari setelah pemungutan dilakukan) Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BARANG OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH, BUMN DAN BUMD.
a)      Tarif PPH Pasal 22:
1.      Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
2.      Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja pusat (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada no 3
3.      Badan-badan berikut :
                                                  i.      Bank Indonesia (BI),
                                                ii.      PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA),
                                              iii.      Perum Badan Urusan Logistik (BULOG),
                                              iv.      PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom),
                                                v.      PT Perusahaan Listrik Negara (PLN),
                                              vi.      PT Garuda Indonesia,
                                            vii.      PT Indosat,
                                          viii.      PT Krakatau Steel,
                                              ix.      PT Pertamina, dan
                                                x.      bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang tersebut sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

b)      Saat Terutang dan Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang tersebut di atas terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
c)      Tatacara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atau penyerahan barang oleh Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh Pemungut Pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos.
Ø  Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai Nomor 7 huruf (a) dan huruf (b) atas pembelian barang tersebut harus disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang.
Ø  Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai huruf c atas pembelian barang tersebut harus disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Ø  Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI KERTAS
a)      Dasar Hukum
KEP-69/PJ./1995
KMK-254/KMK.03/2001 yang telah diubah terakhir dengan PMK-210/PMK.03/2008
b)      Pemungutan PPh Pasal 22
Badan usaha yang bergerak di bidang kertas atas penjualan semua jenis kertas di dalam negeri. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan bagi badan usaha yang bergerak di bidang kertas yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan kertas di dalam negeri, dengan menggunakan formulir Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
c)      Besarnya PPh Pasal 22
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri Kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
d)     Saat Terutang
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi kertas terutang dan dipungut pada saat penjualan Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri dilakukan.
e)      Tatacara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Ø  PPh Pasal 22 atas hasil penjualan hasil produksi disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Ø  Pemungut Pajak, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :
a)      Lembar pertama untuk pembeli;
b)      Lembar kedua sebagai lampiran bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c)      Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Ø  Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat kedudukan Pemungut Pajak, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang dilampiri Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

PEMUNGUT PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI SEMEN
a)      Dasar Hukum
KEP – 401/PJ./2001
KMK-254/KMK.03/2001 yang telah diubah terakhir dengan PMK-210/PMK.03/2008
b)      Pemungut PPh Pasal 22
Badan usaha yang bergerak di bidang produksi semen atas penjualan semua jenis semen di dalam negeri. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Kepuusan Penunjukkan bagi badan usaha yang bergerak di bidang produksi semen yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan semen di dalam negeri, dengan menggunakan formulir Penunjukkan Wajib Pajak Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
c)      Besarnya PPh Pasal 22
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri Kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
d)     Saat Terutang
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen terutang dan dipungut pada saat penjualan Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri dilakukan.
e)      Tatacara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Ø  PPh Pasal 22 atas hasil produksi disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Ø  Pemungut Pajak, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :
1.      Lembar pertama untuk pembeli;
2.      Lembar kedua sebagai lampiran bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
3.      Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Ø  Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat kedudukan Pemungut Pajak, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang dilampiri Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :
a.       Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
b.      Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu :
1.      Barang perwakilan asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
2.      Barang untuk keperluan badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
3.      Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
4.      Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5.      Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6.      Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7.      Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8.      Barang pindahan;
9.      Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
10.  Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11.  Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan;
12.  Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan;
13.  Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14.  Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
15.  Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16.  Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17.  Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18.  Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
c.       Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
d.      Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos;
e.       Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
f.       Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
g.      Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
h.      Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

Keterangan Tambahan :
v  Pengecualian sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf f dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan  Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
v  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf d, e, g, h dan I dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Tarif PPh Pasal 22

            Berdasarkan Peraturan MENTERI KUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN, maka besarnya pungutan PPh pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
Objek
Tarif
 Atas pemungutan Direktorat Jendral Pajak dan Bea Cukai
1.      Atas impor :
a.       barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
b.      barang barang tertentu lainnya dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
c.       selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya kecuali yang sudah terlampir dalam Lampiran I dan II yaitu yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API),
d.      yang tidak menggunakan API,
e.       yang tidak dikuasai, dari harga jual lelang.



10%


7,5 %


2,5%


7,5%
7,5%
(dari nilai impor)
Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam,dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS) oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya.

1,5%
( Dari nilai ekspor )
Atas pembelian:
a)      Pembelian oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah.
b)      Pembelian oleh Badan Usaha milik Negara dan Daerah, yang melakukan barang dana yang bersumber dari APBN/D
c)      Pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia(BI), PT Perusahaan Pengelola Aser (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikais Indonesia (TELKOM), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Wajatama, PT Pertamina,  PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik,PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Indonesia Power, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Kimia Farma, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indoensia Comnets Plus, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non APBN


1,5%


1,5%







1,5%



(Dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai)

Atas Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau impotir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pellumas adalah sebagai berikut:
1.      bahan bakar minyak:
a)      Stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina
b)      Stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina
c)      Penjualan pihak selain yang diatas
2.      Bahan Bakar Gas
3.      Pelumas




0,25%
0,3%

0,3%
0,3%
0,3%
(dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai)
Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1.      Penjualan semua jenis semen
2.      Penjualan kerta
3.      Penjualan baja
4.      Penjualan semua jenis kendaraan bermotor dua atau lebih
5.      penjualan semua jenis obat




0,25%
0,1%
0,3%
0,45%

0,3%
Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir  umum kendaraan bermotor
0,45%
Dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikana yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan.

0,25%

Dari harga pembeliaan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
Atas Pembelian batu bara, mineral logam, mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha

1,5%
Dari harga pembeliaan tidak termasuk PPN

Atas Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga

0,45%

Dari harga pembeliaan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(*) bagi WP yang tidak berNPWP akan dipungut PPh denagn tariff2x lipat (lebih tinggi 100%)

            Yang termasuk dalam katefori barang yang tergolong sangat mewah:
a.       Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b.      Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.       Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d.      Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e.       Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
Objek Pajak
Saat Terutang
Batas Akhir Pembayaran
Batas Akhir Pelaporan
PPh pasal 22 atas impor
Pada saat pembayaran bea masuk
Pada saat pembayaran bea masuk

PPh pasal 22 atas impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan cukai
Terutang saat pembayaran bea masuk : jika memperoleh fasilitas penundanaan atau dibebaskan bea masuk, maka pajak terutang pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai
1 hari setelah pemungutan pajak
7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir
PPh pasal 22 atas pembelian barang denagn dana dari APBN
Terutang pada saat pembayaran
Pada hari yang sama saat pembayaran atau penyerahan barang
14 hari setelah masa pajak berakhir
PPh pasal 22 atas pembelian barang dari badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pmeungut
Terutang pada saat pembayaran
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak terakhir
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen, kertas, baja, dan otomotif
Terutang pada saat pembayaran
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak terakhir
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi badan bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas
Terutang pada saat penerbitan Surat Peritah Pengeluaran Barang (Delivery order)
Sebelum Surat Peritah Pengeluaran Barang ditebus
20 hari setelah Masa Pajak terakhir
PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan perhutanan, pertanian, dan perikanan oleh eksportir
Terutang pada saat pembelian
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak terakhir

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
Sesuai dengan peraturan di Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan bahwa tata cara pemungutan, peyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 yaitu:
  1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.      lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.      lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
  1. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.      lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.      lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.





PPh Pasal 4 (2) FINAL
            Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final merupakan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenai PPh dengan tarif tertentu (final) baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan penyetoran sendiri oleh WP.
            Penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya dengan pertimbangan antara lain perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat, kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, pemerataan dalam pengenaan pajaknya, dan memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
            Penghasilan Wajib Pajak Badan yang dikenai pajak bersifat final antara lain sebagai berikut:
1.       Bunga deposito/tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia/Surat Berharga Negara;
2.       Bunga/diskonto obligasi;
3.       Penghasilan penjualan saham yang diperdagangkan di bursa efek;
4.       Penghasilan penjualan saham milik perusahaan modal ventura;
5.       Penghasilan Usaha Penyalur/Dealer/Agen Produk BBM;
6.       Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan;
7.       Penghasilan Persewaan atas Tanah/Bangunan;
8.       Imbalan Jasa Konstruksi;
9.       Perwakilan Dagang Asing;
10.     Pelayaran/Penerbangan Asing;
11.     Pelayaran Dalam Negeri;
12.     Penilaian Kembali Aktiva Tetap;
13.     Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Tarif dan pemotongan PPh yang bersifat final :
1. PPh 131/2000
          Bunga deposito/tabungan, jasa giro, dan diskonto SBI.
          20% x Penghasilan bruto
2. PP 41/1994 jo. PP 14/1997
          Penghasilan dari transaksi saham
          0,1% x Penghasilan bruto dari nilai transaksi penjualan seluruh saham
          Tambahan 0,5% x nilai pasar saham saat IPO untuk saham pendiri
3.PP 132/2000 , Hadiah atas undian
          25% x Penghasilan bruto nila undian
4. PP 48/1998 sttd PP 71/2008
          Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan
          5% x Penghasilan bruto nilai pengalihan
          1% x Penghasilan bruto nilai pengalihan
          *)Rumah sederhana dan rumah sangat sederhana oleh developer
5. PP 29/1996
                      Penghasilan dari persewaan tanah dan bangunan
          10% x Penghasilan bruto nilai persewaan
6. PP 16/2009
Penghasilan bunga atau diskonto obligasi
15% x penghasilan bruto (untuk WP dalam negerti dan BUT)
20% x penghasilan bruto (untuk WP luar negeri)
7. PP 51/2008 jo PMK 187/2008
 Imbalan jasa konstruksi
            *Jasa konstruksi oleh kontraktor pengusahan kecil
                        2% x imbalan bruto
*Jasa konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi yang berkulaifikasi
                        4% x imbalan bruto
*Jasa konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi yang tidak berkulaifikasi
                        6% x imbalan bruto
     8.      PP 19/ 2009 
Dividen yang diterima WP otang pribadi di dalam negeri
10% x Jumlah Bruto
9. PP 17/2009
       Penghasilan dari transaksi Derivatif – di bursa
       2,5% x Margin Awal
10. PP 15/2009
       Bunga simpanan koperasi
       10% x jumlah bruto
       (sepanjang jumlahnya lebih dari Rp 240.000,00)


Contoh Soal PPh Pasal 4 (2) FINAL

1.    Sartika mendapatkan undian dari M-Tronik atas undian yang diikutinya dengan hadiahnya sebesar Rp 1.000.000.000; Hitunglah pajak penghasilan tersebut!
Jawab:
       PPh Pasal 4 (2) Final
       25% x Rp 1.000.000.000 = Rp 250.000.000,00

2.      Tuan Amir memiliki tanah seluas 400  dan bangunan seluas 350 yang
disewakan kepada bu Diah , dengan rincian pembayaran, sebagai berikut:
Bangunan : Rp 150.000.000,00
Tanah       : Rp 175.000.000,00
Hitunglah besarnya pajak penghasilan tersebut!
Jawab:
       PPh Pasal 4 (2) Final
       Bangunan: 10% x Rp 150.000.000,00 = Rp 15.000.000,00
       Tanah      : 10% x Rp 175.000.000,00 = Rp 17.500.000,00 (+)
                                                                       Rp 22.500.000,00

Sumber :
Widyaningsih, Aristant. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan denga  Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA.
Republik Indonesia. Peraturan Kementrian Keuangan NOMOR 16/PMK.010/2016.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. 2012. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 22. Diakses pada http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. 2012. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final. Diakses pada http://www.pajak.go.id/content/22113-penghasilan-yang-dikenakan-pph-final.



Penyusun :
Anita Sri Pertiwi (1505060)
Rima Puspita Ayu (1505058)
Winny Aprianti Suhendi (1505078)

Bandung, 18 Desember 2016 (Mhyn/A)

About Unknown

Hai kami adalah Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2015. Ingin tau keseharian kami?, kepoin Instagram kami aja yah :)

12 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. wah ilmu nya sangat bermanfaat sekali kawan :)

    BalasHapus
  3. Wah terimakasih materinya sangat membantu

    BalasHapus
  4. Adanya tabel mempermudah masuknya materi...

    BalasHapus
  5. Mantaaappss membantu sekali:))

    BalasHapus
  6. Terimakasih materinya membantu

    BalasHapus
  7. Terimakasih teman-teman materinya sangat membantu, adanya tabel juga jadi mempermudah untuk mengetahui tarif dan ketentuan kapan waktu terutang, kapan batas akhir pembayaran serta pelaporannya.
    Kalo bisa contoh soalnya tambahin yang PPh Final setiap kasusnya biar lebih ngerti:( hehe

    BalasHapus