Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 21 Desember 2016

Tag: , , ,

[PAJAK] SPT & NPWP

      



      A.    SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan)
1.      Pengertian SPT
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.      Jenis – jenis SPT
-          Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
-          Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.

3.      Fungsi SPT
-       Bagi Wajib Pajak PPh, SPT berfungsi untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
·        Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun Pajak;
·         Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
·         Harta dan kewajiban;
·         Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak.
-   Mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
·         Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
·         Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

4.      Isi dan Kelengkapan SPT
Bentuk, Isi dan Kelengkapan SPT Keputusan Menteri Keuangan : 534/KMK.04/2000 Jo KEP - 185/PJ./2003
Semua WP wajib untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Penandatangan dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
a.       Isi Surat Pemberitahuan
-            Nama, NPWP, dan alamat Wajib Pajak;
-            Masa Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
-            Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasanya
b.      Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunnnan PPh ( SE - 12/PJ/2003)
-            SPT dalam bentuk kertas
-            e-SPT (SPT dalam bentuk digital) yang disampaikan dengan media digital
-     e-SPT (SPT dalam bentuk digital) yang informasinya disampaikan melalui jaringan komunikasi data
c.       SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26, 22, 23/26, dan 25 harus juga berisi data tambahan antara lain :
-        Jumlah objek Pajak, kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 25
-        Jumlah Pajak yang terutang
-        Tanggal pembayaran atau penyetoran
d.      Untuk SPT Masa PPN juga harus berisi data tambahan tentang :
-          Jumlah penyerahan
-          Jumlah Pajak Keluaran
-          Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
-          Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
-          Tanggal penyetoran
e.       Untuk SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak harus juga ditambah dengan data tentang :
-          Jumlah penyerahan barang dagangan
-          Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
-          Tanggal penyetoran
f.       Untuk SPT Masa PPn BM harus juga ditambah dengan data tentang :
-          Jumlah penyerahan
-          Tarif
-          Jumlah pajak yang terutang
-          Jumlah pajak yang disetor
-          Tanggal penyetoran
g.      Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, Badan dengan US Dollar, Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 harus juga ditambah dengan data tentang :
-          Jenis usaha dan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak
-          Jumlah penghasilan
-          Jumlah kompensasi kerugian
-          Jumlah pajak yang terutang
-          Jumlah kredit pajak
-          Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
-          Tanggal pembayaran PPh Pasal 29
-          Bukan objek pajak
-          Jumlah harta dan kewajiban
-       Khusus untuk WP Bank (SE - 08/PJ.42/2002), wajib melampirkan daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan dan macet.
h. Langkah – langkah mengisi SPT Tahunan secara garis besar:
1. Baca buku petunjuk pengisian SPT Tahunan dengan cemat.
2. Isi terlebih dahulu Lampiran SPT sebelum mengisi Induk SPT.
3. Bila diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan.
4. Induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua:
-          Satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak.
-          Satu lembar untuk arsip Wajib Pajak.
5. Angka-angka rupiah dalam SPT Tahunan berikut lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh.
6. Ditandatangani oleh Wajib Pajak/pengurus atau kuasa.
Apabila SPT Tahunan yang disampaikan kurang atau tidak lengkap maka akan ditolak.
5.      Dasar Hukum SPT
a.    Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983.
b.    SE Dirjen Pajak No. SE - 04/PJ.33/1998 tanggal 30 April 1998 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunnan Pajak Penghasilan.
c.    Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 518/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Selain Melalui Kantor Pos.
d.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 517/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pengambilan Surat Pemberitahuan.
e.    Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 01/PJ.9/2000 tanggal 24 April 2000 tentang pelaksanaan pelaporan menggunakan Media Elektronik.
f.  Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 533/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata uang selain Rupiah Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
g. Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 534/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Serta Keterangan dan atau Dokumen yang harus dilampirkan.
h. Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 535/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak tertentu Yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
i.  Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 536/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
j.  Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 537/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan SPT Dalam Jangka Waktu Yang Ditentukan.
k.   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.03/2003 tanggal 28 Februari 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 536/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
l.   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 49/PJ/2003 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.

6.      Pengambilan dan Penyampaian SPT
a.       Pengambilan SPT (KEP - 517/PJ./2000)
1.        Kantor Pelayanan Pajak;
2.        Kantor Penyuluhan Pajak;
3.        Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
4.        Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;
5.        Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; atau
6.    Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau Homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: http://www.pajak.go.id atau mencetak / menggandakan / fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. Surat pemberitahuan yang didapatkan melalui sistem komputer dan penggandaan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Pemberitahuan yang diambil dari tempat-tempat yang ditetapkan.

b.      Penyampaian SPT  
SPT di sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian SPT bisa langsung atau melalui Kantor Pos dengan Pos tercatat. Tanda bukti dari kantor pos dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
Penyampaian SPT selain melalui Kantor Pos dapat dilakukan dengan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir harus memenuhi syarat sbb:
1.      Berbentuk badan
2.      Memiliki izin usaha jasa ekspedisi atau jasa kurir
3.      Mempunyai NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP
4.      Bersedia menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak.

SPT yang diterima dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
1.     SPT Lengkap (diterima);
2.     SPT Tidak Lengkap (diterima);
3.     SPT Tidak Lengkap (ditolak).
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang memenuhi syarat diatas dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar ditunjuk sebagai perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dapat menerima SPT untuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Tanda bukti dan tanggal penerimaan untuk penyampaian SPT melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
Apabila SPT Tidak lengkap, Kepala KPP mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk melengkapi, sedangkan tanda bukti dan tanggal penerimaan kelengkapan SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT.

Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan jika :
1.      Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani
2.  Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri dengan keterangan dan dokumen-dokumen yang diperlukan.
3.   Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis
4.    Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.

7.      Sanksi yang akan dikenakan berkenaan dengan SPT
a.       Denda Administrasi ( Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 ), dalam hal :
1.   SPT Tahunan badan tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 1.000.000 per SPT
2.      SPT Tahunan orang pribadi tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 500.000 per SPT
3.      SPT Masa PPN tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 500.000 per SPT.
4.      SPT Masa Lainnya tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 100.000 per SPT.
b.      Bunga ( Pasal 8 dan Pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ), dalam hal:
1.      Pajak yang terhutang pada SPT Tahunan lebih besar dari pada penghitungan pajak sementara saat perpankangan penyampaian SPT Tahunan. atas selisihnya dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan.
2.      Dilakukan pembetulan SPT, dimana pembetulan tersebut mengakibatkan terjadinya kurang bayar. atas kekurangan bayar pembetulan SPT tersebut dikenakan bunga 2% sebulan.
c.       Kenaikan ( Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ), yaitu dalam hal SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar.
d.      Sanksi Pidana :
1.      Karena kealpaan, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 kali jumlah pajak yang terhutang. ( Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 ).
2.      Karena sengaja, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 tahun dan atau denda setinggi-tingginya sebesar 4 kali jumlah pajak yang terhutang. ( Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 )

           

            B.     NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
1.      Pengertian NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
2.      Fungsi NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.
Berdasarkan SE - 41/PJ./2003 secara garis besar NPWP mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
2.   Sebagai identitas wajib pajak
3.   Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
4.   Untuk dicantumkan dalam semua dokumen perpajakan
3. Dasar Hukum NPWP
a. Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 27/PJ./1995 tanggal 23 Maret 1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha Serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 150/PJ/1999 tentang perubahan KEP - 27/PJ./1995
d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 515/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu.
e. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 516/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
f. Keputusan Direktur  Jenderal Pajak  Nomor  KEP - 161/PJ./2001 tanggal 21 Februari 2001 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
g. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 525/PJ./2000 tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat Lain Sebagai Tempat terutangnya Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak.
h. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 167/PJ/2003 tentang Perubahan ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 515/PJ./2000 tentang Tempat pendaftaran bagi wajib pajak tertentu dan tempat pelaporan usaha bagi pengusaha kena pajak tertentu.

4. Tata Cara Pendaftaran dan Pemebrian Nomor Pokok Wajib Pajak
a. Cara mendaftarkan diri
-          Wajib Pajak yang akan mendaftarkan diri wajib mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak.
-          Pengisian dan penandatanganan formulir dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau oleh orang lain yang diberi kuasa Khusus.
-          Penyampaian formulir pendaftaran Wajib Pajak yang telah diisi dan ditandatangani, dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau orang lain yang diberi kuasa penuh.
            b.    Lampiran yang diperlukan pada Formulir Pendaftaran
1.      Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:
a.       Fotokopi Kartu Tanda Penduduk / Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia, atau
b.   Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang  berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing.
2.      Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:
a.     Fotokopi Kartu Tanda Penduduk / Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing.
b.   Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.
3.      Untuk Wajib Pajak Badan :
a.     Fotokopi Akte Pendirian dan Perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari Kantor Pusat bagi Bentuk Usaha Tetap;
b.   Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing, dari salah seorang pengurus aktif;
c.   Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa;
d.    Surat persetujuan penanaman modal asing dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk Wajib Pajak PMA;
e.       Fotokopi Akte Pendirian.
4.      Untuk Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong:
a.       Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan;
b.      Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bendaharawan.

5.      Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong:
a.       Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai Joint Operation;
b.      Fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota joint Operation
c.    Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing, dari salah seorang pengurus Joint Operation.

6.      Kode Seri NPWP
Kode NPWP terdiri dari 15 digit, dengan perincian sbb :
1)      2 digit pertama merupakan identitas wajib pajak, yaitu :
·         01 sampai dengan 03 = Wajib Pajak Badan
·         04 dan 06  =  Wajib Pajak Pengusaha
·         05     =   Wajib Pajak Karyawan
·         07, 08 dan 09  = Wajib Pajak Orang Pribadi

2)      6 digit kedua merupakan nomor registrasi / urut yang diberikan Kantor Pusat DJP kepada KPP, contoh : 855.081
3)      1 digit ketiga diberikan untuk KPP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP, contoh : 4
4)      3 digit keempat adalah kode KPP, contoh : 005
5)      3 digit terakhir adalah status wajib pajak (Tunggal, Pusat atau Cabang), yaitu :
-          000 = Tunggal atau pusat
-          00, dst  = Cabang ke-, dst

5.      Nomor Identitas Tunggal Wajib Pajak
Nomor Identitas Tunggal Wajib Pajak  (SE - 02/PJ.9/1998)
1)      Sejak tanggal 1 Juni 1998, NPWP ditetapkan sebagai identitas tunggal Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan di bidang PPh dan PPN/PPnBM.
2)      Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) diberlakukan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) baru yaitu sama dengan NPWP dari wajib pajak yang bersangkutan.
3)  Wajib pajak yang menggunakan NPPKP lama (sebelum berlakunya SE - 02/PJ.9/1998) harus menggunakan NPPKP baru.
4)      Ketentuan point 1 dan 2 diatas tidak mengubah hak dan kewajiban serta prosedur administrasi perpajakan, bagi PKP, kecuali :
5)      Wajib pajak yang kantor pusat dan cabangnya terdaftar sebagai PKP dalam satu KPP harus digabung menjadi satu KPP yaitu KPP kantor pusat
  -  Wajib pajak yang kantor cabangnya lebih dari satu, yang terdaftar sebagai PKP dalam satu KPP harus digabung menjadi satu PKP tempat pajak terutang yang ditunjuk untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.

6.      Tata Cara Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)      Wajib Pajak orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, syaratnya ialah adanya pemberitahuan tertulis dari ahli waris, dilampiri fotokopi akte kematian;
2)      Wanita Kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, syaratnya fotokopi surat nikah atau akte perkawinan;
3)      Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sesudah selesai terbagi, syaratnya surat pernyataan dari ahli waris;
4)    Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, syaratnya akte pembubaran dan neraca likuidasi;
5)      Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap, syaratnya surat atau dokumen lain yang mendukung hal tersebut;
6)      Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak yaitu berdasarkan laporan Pemeriksaan Lapangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.

Pencabutan Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan dalam hal :
1)      Pengusaha Kena Pajak pindah ke KPP lain.
2)      Pengusaha Kena Pajak bubar.
3)      Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
4)      Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran dalam satu tahun pajak tidak melebihi batasan Pengusaha Kecil PPN, dengan ketentuan :
-          mengajukan permohonan pencabutan PKP.
-          Diajukan setelah lewat jangka waktu 3 bulan setelah akhir tahun   pajak.

Dalam pelaksanaan Penghapusan NPWP dan / atau NPPKP, selain ada persyaratan administratif juga harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
-          Utang pajak yang ada telah dilunasi.
-     Telah dilaksanakan PSL (Pemeriksaan Sederhana Lapangan) yang hasilnya ditemukan adanya utang pajak yang tidak dapat / tidak mungkin dapat ditagih lagi karena :
·    Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
·     Wajib Pajak tidak ditemukan lagi.
·    Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi.

Penghapusan NPWP Wanita Kawin ( Pasal 12 KEP - 516/PJ./2000 )
1.      Suami telah terdaftar sebagai wajib pajak.
2.      Berkas Wajib Pajak Wanita Kawin dikirim ke KPP dimana suaminya terdaftar untuk digabungkan.
3.      Jika suami isteri berada pada satu wilayah KPP, berkas Wajib Pajak Wanita Kawin digabungkan dengan berkas suaminya.
4.      Penghapusan NPWP baru dapat dilakukan pada awal tahun berikutnya setelah tahun perkawinan.

Setelah persyaratan administrasi dan persyaratan lainnya dipenuhi maka penghapusan NPWP dan NPPKP dilakukan dengan sarana Formulir Pemutakhiran Data Wajib Pajak yang pengisiannya dilakukan oleh :
1.      Wajib Pajak / Kuasanya.
2.      Petugas KPP dalam hal :
a.       Wajib Pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan;
b.      BUT atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak memenuhi syarat lagi.


Sumber :
Widyaningsih, Aristanti. 2013. Hukum Pajak dan Perpajakan. Alfa Beta : Bandung
IKAPI. 2013. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Fokus Media : Bandung
Java Tiangle Solution Group. 2009. Kode Seri NPWP [Online]. Tersedia :
http://pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=63
 Sukmana, Wahyu. Pengantar Perpajakan. Universitas Padjajaran Program D3 Fakultas Ekonomi PAAP : Bandung
S. Gustiawan, Uwon. 2007. Pedoman Praktis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). PT Gramedia Widiasarana : Jakarta



Penyusun :
Arniesyah Putri (1501960)
Dwi Restu Pratiwi (1506821)
Astrid A. Supratman (1501798)
Yuniar Dwi S. (1500791)






Bandung, 21 Desember 2016 (Mhyn/A)

About Unknown

Hai kami adalah Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2015. Ingin tau keseharian kami?, kepoin Instagram kami aja yah :)

17 komentar:

  1. Mantap sekali materi nya temen temen..

    BalasHapus
  2. Mantap sekali materi nya temen temen..

    BalasHapus
  3. Terimakasih atas materinya teman-teman sangat membantu

    BalasHapus
  4. nuhun materinya, sangat bermanfaat :)

    BalasHapus
  5. Makasih materinya mudah dipahami

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. makasih uyyyyy materi nya lengkap gini :3

    BalasHapus
  9. Makasih temen-temen materinya lengkap dan mudah dipahami :)

    BalasHapus
  10. Mantap materinyaaa, terimakasih temen temen:)

    BalasHapus
  11. Wah Alhamdulillah, aku jadi paham :)

    BalasHapus