Penagihan pajak
Menurut pasal 1 angka 9 UU nomor 19 tahun
1997 yang telah di ubah dengan UU nomor 19 tahun 2000 Tentang penagihan pajak
dan surat paksa, “ Penagihan Pajak adalah
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita.”
Menurut pasal 1 angka 25
UU KUP , “Penanggung Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Dasar
hukum penagihan pajak
Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
|
|
-
|
Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1998 Tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
-
|
Peraturan Pemerintah Nomor 4 TAHUN 1998 Tentang
Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara
Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1998
Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 5 TAHUN 1998 Tentang
Penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 335/KMK.04/1996 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
Dan Penetapan Besarnya Penghapusan
|
Peraturan Pemerintah Nomor 4 TAHUN 1998
Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan
Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan
Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa Tanggal 26 Desember 2000
|
-
|
Peraturan
Menteri Keuangan - 24/PMK.03/2008 tentang TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN
DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
|
Peraturan Pemerintah Nomor 5 TAHUN 1998
Tentang Penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
Dan Penetapan Besarnya Penghapusan tanggal 26 Desember 2000.
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998 Tentang Penunjukan Pejabat Untuk Penagihan
Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
335/KMK.04/1996 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan
Besarnya Penghapusan
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 267/KMK.04/1995 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 608/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan
Pajak dan Penunjukan Pejabat Yang berwenang Mengeluarkan Surat Paksa Tanggal
21 Desember 1994.
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 148/KMK.04/1998 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta
Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan Sekaligus dan
Pelaksanaan Surat Paksa Tanggal 26 Desember 2000
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta
Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa. Tanggal 26 Desember 2000.
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.04/1998 Tentang Syarat-syarat, Tata Cara
Pengangkatan Dan Pemberhentian Jurusita Pajak.
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-syarat, Tata Cara
Pengangkatan Dan Pemberhentian Jurusita Pajak. Tanggal 26 Desember 2000.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
565/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan
Besarnya Penghapusan tanggal 26 Desember 2000.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa
dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat Yang Menerbitkan Surat Paksa.
Tanggal 26 Desember 2000.
|
-
|
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 20/PJ./1995 Tentang Jadwal Waktu Tindakan Penagihan
Pajak Tanggal 23 Februari 1995
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
147/KMK.04/1998 Tentang Penunjukan Pejabat Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata
Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 01/PJ.7/1996 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Pajak.
|
-
|
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 21/PJ.7/1996 Tentang Penagihan dan Pencegahan Daluwarsa
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
267/KMK.04/1995 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
608/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak dan Penunjukan
Pejabat Yang berwenang Mengeluarkan Surat Paksa Tanggal 21 Desember 1994.
|
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 05/PJ.75/1998 Tentang Upaya Peningkatan Pencairan
Tungakan Pajak
|
-
|
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 13/PJ.75/1998 Tentang Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan
Pajak.
|
Dasar penagihan
pajak
Dalam
Pasal 18 UU KUP di atur bahwa dasar
penagihan pajak berupa :
1.
Surat Tagihan Pajak
2.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
3.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
4.
Surat Keputusan Pembetulan
5.
Surat Keputusan Keberatan
6.
Putusan Banding
7.
Putusan Peninjauan Kembali
8.
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB)
9.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)
10. Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)
11. Surat Tagihan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)
12. Surat ketetapan sejenis yang
memuat besar nya jumlah utang pajak
Daluwarsa penagihan
Hak untuk
melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa (daluarsa) setelah lampau waktu lima tahun terhitung sejak
penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding Pajak, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarsa
penagihan pajak tertangguh (tertunda) apabila:
a. diterbitkan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik
langsung maupun tidak langsung;
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan karena Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
Pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
d. Dilakukan penyidikan pajak.
Hak dan kewajiban wajib pajak/penanggung pajak
Hak wajib pajak/penanggung
pajak
1.
Meminta Jurusita
Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak.
2.
Menerima Salinan
Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.
3.
Menentukan urutan
barang yang akan dilelang.
4.
Diberi kesempatan
terakhir sebelum pelaksanaan lelang untuk melunasi utang pajak termasuk biaya
penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang, dan melaporkan pelunasan
tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang bersangkutan.
5.
Lelang tidak
dilaksanakan apabila Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak sebelum pelaksanaan lelang.
kewajiban wajib
pajak/penanggung pajak
1.
Membantu Jurusita
Pajak dalam melaksanakan tugasnya:
·
memperbolehkan
Jurusita Pajak memasuki ruangan, tempat usaha/tempat tinggal Wajib Pajak/Penanggung
Pajak;
·
memberikan
keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.
2.
Barang yang disita
dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau disewakan.
Tindakan penagihan pajak
1.
Surat Teguran.
Utang pajak yang tidak
dilunasi setelah lewat tujuh hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran, akan
diterbitkan Surat Teguran Pajak.
2.
Surat Paksa.
Utang pajak setelah lewat 21
hari dari tanggal Surat Teguran tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang
diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan
Surat Paksa sebesar Rp 50.000. Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2
x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak.
3.
Surat Sita.
Utang pajak dalam jangka waktu
2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak
dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani
biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp 100.000.
4.
Lelang
Dalam jangka waktu paling singkat 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang
pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui
media massa. Penjualan secara lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14 hari
setelah pengumuman lelang. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya
pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya
iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat
pelelangan.
Catatan: Barang dengan nilai
paling banyak Rp 20.000.000 tidak harus diumumkan melalui media massa.
Penghapusan piutang
pajak
Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang
pajak yang jumlah nya masih harus ditagih sesuai surat yang berlaku meliputi
pokok pajak kenaikan bunga dan denda .
Syarat :
1.
Tercantum pada STP,SKPKB,SKPKBT ,SKP,SKPT,dll.
2.
Sudah berupaya dengan tindakan penangihan dan surat paksa sesuai
ketentuan berlaku.
3.
Wajib Pajak yang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan
dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan, yang
dibuktikan dengan Surat Keterangan kematian dan surat keterangan yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak yang meninggal dunia tersebut tidak meninggalkan
harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris dari pejabat yang berwenang .
(Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 625/PJ./2001 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan)
4.
Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi, dibuktikan dengan
surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak
memang benar-benar sudah tidak mempunyai harta kekayaan lagi . (Pasal 2
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 625/PJ./2001 tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Pajak dan Penetapan)
5.
Berdasarkan surat perintah penelitian setempat yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak. (Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
625/PJ./2001 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan)
6.
Penagihan pajak telah kedaluwarsa .
Tata
cara penyitaan :
Menurut
pasal 2 UU nomor 135 tahun 2000 tentang tata cara penyitaan dalam rangka
penagihan pajak dengan surat paksa. :
1.
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh
Pejabat. (2)
2.
Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka
waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
Sanksi perpajakan
Sanksi
perpajakan adalah sanksi administrasi dan pidana yang dikenakan bagi seseorang
yang menlanggarar perpajakan secara nyata diatur UU.
·
Sanksi admintrasi
·
Bunga
1
|
Pembetulan SPTSebelum dilakukan pemeriksaan
dan terjadi kurang bayar
|
8 ayat 2
|
2% per bulan dari pajak yang kurang bayar
tidak ada batas waktu karena jangka waktu pembetulan SPT Tahunan tidak
dibatasi.,
Dalam ps. 8 (2) ini hanya diperuntukkan SPT Tahunan.
|
2
|
Pembetulan SPT sebelum dilakukan pemeriksaan
dan terjadi kurang bayar
|
8 ayat 2a
|
2% per bulan dari pajak yang kurang bayar
tidak ada batas waktu karena jangka waktu pembetulan SPT Masa tidak
dibatasi.,
Dalam ps. 8 (2a) ini hanya diperuntukkan SPT Masa.
|
3
|
Terlambat membayar atau menyetor pajak
|
9 ayat 2a
|
2 % per bulan dari pajak yang terlambat
dibayar/ disetor, dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pembayaran
|
4
|
Diterbitkan SKPKB
|
13 ayat 2
|
2 % per bulan dari pajak yang kurang
dibayar , dihitung dari saat terutang sampai dengan diterbitkannya SKPKB, max
24 bulan
|
5
|
Diterbitkan STP atas PPh 25 yang Kurang
Bayar
|
14 ayat 3
|
2 % per bulan dari pajak yang kurang
dibayar , dihitung dari saat pajak terutang sampai dengan saat
diterbitkan STP.
|
6
|
Diterbitkan STP atas PKP yang gagal
produksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
|
14 ayat 5
|
2% dari perbulan dari jumlah pajak yang
ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan STP,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 satu bulan.
|
7
|
Diterbitkan SKPKB setelah Daluwarsa
penerbitan karena pidana perpajakan berdasar putusan Pengadilan yang telah
memperoleh ketetapan hukum tetap
|
13 ayat 5
|
48% dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang bayar
|
8
|
Diterbitkan SKPKBT setelah,Daluwarsa
penerbitan karena pidana perpajakan berdasar putusan Pengadilan,yang telah
memperoleh ketetapan hukum tetap
|
13 ayat 5
|
48% dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang bayar
|
9
|
Dalam hal SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK
Keberatan, Peninjauan Kembali menyebabkan adanya pajak yang masih harus
dibayar bertambah dan pada saat jatuh tempo tidak atau kurang bayar
|
19 ayat 1
|
2 % per bulan dari pajak yang tidak atau
kurang bayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pembayaran
|
10
|
Mengangsur/ menunda pembayaran
|
19 ayat 2
|
2 % per bulan dari pajak yang masih harus
dibayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran
|
11
|
Menunda penyampaian SPT dan pajak menurut
perhitungan sementara kurang dari yang sebenarnya terutang 2 % per bulan
|
19 ayat 3
|
2 % per bulan dari pajak yang masih harus
dibayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran
|
·
Denda
1
|
Terlambat
menyampaikan SPT
|
7 ayat 1
|
1.Wajib Pajak
Badan
a. SPT Masa Selain PPN Rp. 100.000
b. SPT Masa PPN Rp. 500.000
c. SPT Tahunan Rp. 1.000.000
2. Wajib pajak Pribadi, SPT WP Pribadi Rp. 100.000
|
2
|
Mengungkapkan
ketidakbenaran untuk tidak dilakukan penyidikan pidana pelanggaran
|
8 ayat 3
|
150 % dari
jumlah pajak yang kurang dibayar
|
3
|
Pengusaha yang
seharusnya PKP tetapi tidak melaporkan usahanya untuk menjadi PKP, Pengusaha
yang tidak dikukuhkan tetapi membuat Faktur Pajak tidak tepat waktu atau
tidak selengkapnya
|
14 ayat 4
|
2 % dari DPP
|
4
|
Keberatan Wajib Pajak
ditolak atau dikabulkan sebagian
|
25 ayat 9
|
50% dari jumlah
pajak berdasar keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan (sanksi tidak dikenakan apabila Wajib Pajak
mengajukan banding).
|
5
|
Permohonan
Banding Wajib Pajak ditolak atau diterima sebagian
|
27 ayat 5d
|
100% dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
|
6
|
Penghentian
penyidikan pidana oleh Jaksa Agung atas permintaan Menkeu yaitu 4 kali jumlah
pajak yang kurang , tidak dibayar/ seharusnya dikembalikan
|
44B ayat 2
|
4 kali (400%)
dari pajak yang tidak atau kurang dibayar , atau yang tidak seharusnya
dikembalikan
|
·
Kenaikan
1
|
Pengungkapan
ketidakbenaran pengisian SPT walaupun pemeriksaan telah dilakukan tetapi
belum diterbitkan SKP, dengan akibat/ syarat tertentu.
|
8 ayat 5
|
50% dari pajak
yang kurang dibayar
|
2
|
Penerbitan SKPKB
akibat dari Psl. 13 (1b dan c)
|
13 ayat 3
|
a). 50% dari PPh
yang kurang dibayar berdasarkan penetapan secara jabatan
b). 100% dari PPh yang kurang dipotong/dipungut, tidak atau kurang
disetorkan, dipotong/dipungut, tetapi tidak atau kurang disetorkan.
c). 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang bayar dikaitkan dengan
PPN/PPnBM yang tidak seharusnya 0% atau tidak seharusnya dikompensasikan.
|
3
|
Alpa
menyampaikan SPT atau SPT tidak benar/ lengkap /lampiran tidak benar, yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenakan sanksi
pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan
|
13A
|
200 % dari pajak
yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB
|
4
|
Penerbitan
SKPKBT berdasar data baru/ semula belum terungkap
|
15 ayat 2
|
100% dari jumlah
pajak yang,kurang dibayar.
|
5
|
Penerbitan SKPKB
terhadap WP yang telah mendapat pengembalian pendahuluan,(tidak seharusnya
mendapat pengembalia).
|
17C ayat 5
dan
17D
|
100% dari jumlah
pajak yang,kurang dibayar.
|
·
Sanksi Pidana
1
|
Alpa:
a. Tidak menyampaikan SPT
b. Menyampaikan SPT tidak benar, tidak lengkap/lampiran tidak benar
|
38 ayat 2
|
Pidana kurungan
paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun atau denda paling sedikit 1
kali dan paling banyak 2 kali jumlah pajak yang terutang atau kurang bayar
|
2
|
Sengaja :
a). Tidak mendaftarkan diri atau tidak melaporkan usahanya,
b). Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Hak NPWP/PKP,
c). Tidak menyampaikan SPT,
d). Menyampaikan SPT dan/ atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap,
e). Menolak diperiksa,
f). Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu, atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya,
g). Tidak menyelenggarakan pembukuan atas pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokuman lain,
h).Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan,
i).Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
|
39
43 ayat 1
|
a. Pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling
sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar.,
b. Pidana di atas ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila
melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.,
Berlaku juga bagi yang menyuruh, melakukan ,yang menganjurkan atau yang
membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakanBerlaku juga bagi yang
menyuruh, melakukan , yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan
|
3
|
Mencoba untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP/PKP
,Atau,
Menyampaikan SPT tidak lengkap atau tidak benar didalam rangka
mengajukan,restitusi atau
melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak
|
39 ayat 1b
39 ayat 3
43 ayat 1
|
Pidana penjara
paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2
kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
Kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang
dilakukan,
Berlaku juga bagi yang menyuruh, melakukan , yang menganjurkan atau yang
membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
|
4
|
Setiap orang yang menurut Ps. 35 UU KUP wajib
memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak
memberi bukti atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
|
41A
|
Pidana penjara
paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 10.000.000,-
|
5
|
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau
mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan
|
41B
|
Pidana penjara
paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 75.000.000,-
|
6
|
Setiap orang
yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan yang diatur dalam pasal 35 ayat 1 kepada DJP yang diatur dengan PP
|
41C ayat 1
|
Pidana kurungan
paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 1.000.000.000,-
|
7
|
Setiap orang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat lain dan
pihak lain .
|
35 ayat 1
41C ayat 2
|
Pidana kurungan
paling lama 10 bulan atau denda paling banyak 800.000.000,-
|
8
|
Setiap orang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat lain dan
pihak lain .
|
35 ayat 2
41C ayat 3
|
Pidana kurungan
paling lama 10 bulan atau denda paling banyak 800.000.000,-
|
9
|
Setiap orang
dengan sengaja,menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat lain dan
pihak lain .
|
41C ayat 4
|
Pidana kurungan
paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 500.000.000,-
|
Pembukuan dan pencatatan
Dasar hukum
· Pasal 14 ( 5) Undang-undang PPh No 7 Tahun 1983
s.t.d.t.d Undang-undang No 17 Tahun 2000
· Pasal 13 ( 3) Huruf a Undang-undang KUP No 6 tahun 1983
s.t.d.t.d Undang-undang No 16 Tahun 2000
· Uu no.6 thn.1983 tentang kententuan umum dan
tata cara perpajakan yang telah di ubah terakhir dengan UU nomor 28 tahun 2007
Pencatatan
Pencatatan
adalah pengumpulan data peredaran bruto dan atau penghasilan bruto untuk
dijadikan dasar menghitung jumlah pajak yang terutang seperti penghasilan yang
bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Ketentuan Umum Pembukuan Dan Pencatatan
·
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran
brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan
ratus juta rupiah).
·
Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan
syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Syarat-Syarat
Penyelenggaraan Pembukuan Dan Pencatatan
Adapun
syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan adalah sebagai
berikut:
1.
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2.
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.
Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stesel akrual atau
stelsel kas,
4.
Pembukana dengan menggunakna bahasa asing dan mata uang selain rupiah
dapat diseleggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5.
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
6.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga
dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
7.
Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta
dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib
Pajak disimpan selama 10 tahun.
Pembukuan Dalam
Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Menurut Pasal 28 UU
KUP dijelaskan bahwa pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain rupiah
digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam rangka:
1.
Kontrak bagi hasil;
2.
WP yang mempunyai afilisiasi dengan pengusaha di Luar Negeri;
3.
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
4.
Kontrak karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur mengenai pertambangan;
5.
Penanaman modal asing yaitu WP yang beroperasi berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai Penanaman Modal Asing;
6.
Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam
denominasi mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat
Pemberitahuan efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasan Pasar Modal
– Lembaga Keuangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Tempat Penyimpanan
Buku/Catatan/Dokumen
Prinsip Taat Asas
Prinsip
taat asas adalah prinsip yang sama dalam
metode pembukuan secara rutin pertahun untuk mencegah penggeseran laba atau
rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
1.
Stelsel pengakuan penghasilan;
2.
Tahun buku;
3.
Metode penilaian persediaan;
4.
Metode penyusutan dan amortisasi;
Stelsel akrual adalah suatu metode
penghitungan penghasilan biaya yaitu penghasilan yang diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.
peneghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian
pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang
dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti Build Operate and
Transfer (BOT) dan real estate.
Stelsel kas adalah suatu metode yang
penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang
dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai
penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode
tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah
dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh
perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi,
hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan
pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari
penyerahan barang atau ajasa ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya
operasi dibayar.
Pemakaian
stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan
dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Untuk penghitungan Pajak
Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut:
1.
Penghitungan jumlah penjulana dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2.
Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3.
Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)
Dengan demikian, penggunaan stelsel kas untuk
tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.
Tujuan
Penyelengaran Pembukuan/Pencatatan
Penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan bertujuan untuk mempermudah:
1.
Pengisian SPT;
2.
Penghitungan Penghasila Kena Pajak;
3.
Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan
hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Perubahan Tahun
Buku Dan Metode Pembukuan
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan
perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas
ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan
penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam metode pengakuan
biaya yang berkenaan dengan penyusunan aktiva tetap dengan menggunakan metode
penyusutan tertentu.
Sanksi tidak menyelengarakan pembukuan/pencatatan
Widyaningsih, Aristanti, Hukum pajak dan
Perpajakan dengan pendekatan Mind Map . ALFABETA, Bandung, 2011.
Penyusun :
Almira Haerun Nisa
(1500170)
Bianca S (1505288)
Damayanti Deby
Anjani (1505246)
Bandung, 22 Desember 2016 (Mhyn/A)