PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
DASAR HUKUM
a.
Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
b.
KMK-25/KMK.03/2001
c.
KMK-392/KMK.03/2001
d.
KMK-236/KMK.03/2003
e.
PMK-154/PMK.03/2007
f.
PMK-08/PMK.03/2008
g.
PMK-210/PMK.03/2008
h.
KEP-523/PJ./2001
i.
KEP-25/PJ./2003
j.
KEP-23/PJ./2009
k.
PP-138
Tahun 2000
l.
PMK-184/PMK.03/2007
KONSEP DASAR PPH PASAL 22
Pajak
Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah,
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu
untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang
dipungut oleh :
a.
Bendahara
pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang mewah;
b.
Badan-badan
tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
c.
Wajib
Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.
SUBJEK PPH PASAL 22
Berdasarkan PKM-210/PKM.03/2008 tgl 11 Desember 2008
tentang Perubahan kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
Tentang Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya.
Berdasarkan PKM-210 ini maka pemungut PPh
pasal 22 menjadi sebagai berikut:
1.
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2.
Diektorat
Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di
tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3.
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari belanja pusat (APBN) dan/atau belanja
daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.
Bank
Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan
bank bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN
maupun non-APBN;
5.
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha perusahaan semen, perusahaan kertas,
perusahaan baja, dan perusahaan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.
Produsen
atau perusahaan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7.
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam perusahaan perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan perusahaan atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul
8.
Wajib
Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
PMK-210/PMK.03/2008 telah dicabut dan sebagai gantinya dikeluarkan
Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK No. 154/PMK.03/2010 ("PMK-154")
yang mengatur tentang "Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di BidangLain. Dengan demikian, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
tentang PPh pasal 22 sejak 31 Agustus 2010 adalah sebagai berikut:
1.
PMK-154/PMK.03/2010 tgl 31 Agustus 2010 tentang Pemungutan PPh
Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang
Impor maupun Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
2. PMK-253/PMK.03/2008 tgl 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak
Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan
Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
OBJEK PPH PASAL 22
PEMUNGUTAN PASAL 22 ATAS IMPOR
a)
Pemungut
Bank Devisa dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
b)
Besarnya
Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor:
i.
yang
menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari
nilai impor;
ii.
yang
tidak menggunakan API , sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
iii.
yang
tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
iv.
atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan API sebagaimana yang
dimaksud pada poin (i) sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. Nilai
impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk yaitu
Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya
dengan dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di
bidang impor.
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight
(CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di
bidang pabean.
c)
Saat
Terutang dan Pelunasan
Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
d)
Tata
cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Impor Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas impor barang oleh Pemungut Pajak dilaksanakan dengan
cara penyetoran oleh perusahaan yang bersangkutan ke Bank Devisa, atau Bank
Persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggunakan formulir
Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
Pelaksanaan
penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22
tersebut menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebgai Bukti
Pemungutan Pajak. (Khusus untuk DJBC penyetoran paling lambat dilakukan satu
hari setelah pemungutan dilakukan) Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor
merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BARANG
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH, BUMN DAN BUMD.
a)
Tarif
PPH Pasal 22:
1.
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di
tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
2.
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari belanja pusat (APBN) dan/atau belanja
daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada no 3
3.
Badan-badan
berikut :
i.
Bank
Indonesia (BI),
ii.
PT
Perusahaan Pengelola Aset (PPA),
iii.
Perum
Badan Urusan Logistik (BULOG),
iv.
PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom),
v.
PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN),
vi.
PT
Garuda Indonesia,
vii.
PT
Indosat,
viii.
PT
Krakatau Steel,
ix.
PT
Pertamina, dan
x.
bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun
non-APBN.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian
barang tersebut sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
b)
Saat
Terutang dan Pemungutan
Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas pembelian barang tersebut di atas terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
c)
Tatacara
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atau penyerahan barang oleh Pemungut Pajak sebagaimana
dimaksud di atas dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh
Pemungut Pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos.
Ø Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai Nomor 7
huruf (a) dan huruf (b) atas pembelian barang tersebut harus disetor oleh
pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang.
Ø Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai huruf c
atas pembelian barang tersebut harus disetor oleh pemungut ke bank persepsi
atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Ø Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan
Pasal 22 tersebut menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai
Bukti Pemungutan Pajak. Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut merupakan
pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan.
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI KERTAS
a)
Dasar
Hukum
KEP-69/PJ./1995
KMK-254/KMK.03/2001
yang telah diubah terakhir dengan PMK-210/PMK.03/2008
b)
Pemungutan
PPh Pasal 22
Badan usaha yang
bergerak di bidang kertas atas penjualan semua jenis kertas di dalam negeri.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan bagi badan
usaha yang bergerak di bidang kertas yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak
Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan kertas di dalam
negeri, dengan menggunakan formulir Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut
Pajak Penghasilan Pasal 22.
c)
Besarnya
PPh Pasal 22
Besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri Kertas pada saat
penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
PPN.
d)
Saat
Terutang
Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi kertas terutang dan dipungut pada saat
penjualan Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri dilakukan.
e)
Tatacara
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Ø PPh Pasal 22 atas hasil penjualan hasil
produksi disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau
kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan
formulir SSP.
Ø Pemungut Pajak, wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :
a)
Lembar
pertama untuk pembeli;
b)
Lembar
kedua sebagai lampiran bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c)
Lembar
ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Ø Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib
menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut
dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat
kedudukan Pemungut Pajak, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang dilampiri Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
PEMUNGUT PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI INDUSTRI SEMEN
a)
Dasar
Hukum
KEP – 401/PJ./2001
KMK-254/KMK.03/2001
yang telah diubah terakhir dengan PMK-210/PMK.03/2008
b)
Pemungut
PPh Pasal 22
Badan usaha yang
bergerak di bidang produksi semen atas penjualan semua jenis semen di dalam
negeri. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Kepuusan Penunjukkan
bagi badan usaha yang bergerak di bidang produksi semen yang telah terdaftar
sebagai Wajib Pajak Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan
semen di dalam negeri, dengan menggunakan formulir Penunjukkan Wajib Pajak
Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
c)
Besarnya
PPh Pasal 22
Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh Industri Kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah
0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
d)
Saat
Terutang
Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen terutang dan dipungut pada saat
penjualan Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri dilakukan.
e)
Tatacara
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22
Ø PPh Pasal 22 atas hasil produksi disetor oleh
pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Ø Pemungut Pajak, wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :
1.
Lembar
pertama untuk pembeli;
2.
Lembar
kedua sebagai lampiran bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
3.
Lembar
ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Ø Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib
menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut
dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat
kedudukan Pemungut Pajak, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang dilampiri Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 adalah :
a.
Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
b.
Impor
barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai, yaitu :
1.
Barang
perwakilan asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
2.
Barang
untuk keperluan badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia;
3.
Barang
kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
4.
Barang
untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum;
5.
Barang
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6.
Barang
untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7.
Peti
atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8.
Barang
pindahan;
9.
Barang
pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
10. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan
militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan
keamanan;
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan;
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan
buku-buku pelajaran agama;
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda,
kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. Kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan
oleh PT Kereta Api Indonesia;
18. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan
data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh Tentara Nasional Indonesia; Dalam hal impor sementara jika pada waktu
impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
c.
Pembayaran
yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
d.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan
benda-benda pos;
e.
Emas
batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk
tujuan ekspor;
f.
Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
g.
Impor
kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor
untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
h.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.
Keterangan Tambahan :
v Pengecualian sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf f dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
v Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf
d, e, g, h dan I dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Tarif PPh Pasal 22
Berdasarkan Peraturan MENTERI
KUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN, maka besarnya pungutan PPh pasal
22 ditetapkan sebagai berikut:
Objek
|
Tarif
|
Atas pemungutan Direktorat Jendral Pajak dan
Bea Cukai
1.
Atas impor :
a. barang tertentu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
b. barang barang tertentu lainnya dalam lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
c. selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya
kecuali yang sudah terlampir dalam Lampiran I dan II yaitu yang menggunakan
Angka Pengenal Importir (API),
d. yang tidak menggunakan API,
e.
yang tidak
dikuasai, dari harga jual lelang.
|
10%
7,5 %
2,5%
7,5%
7,5%
(dari
nilai impor)
|
Ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam,dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized
System (HS) oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
terikat perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya.
|
1,5%
( Dari nilai
ekspor )
|
Atas pembelian:
a) Pembelian
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik tingkat
pusat maupun daerah.
b) Pembelian
oleh Badan Usaha milik Negara dan Daerah, yang melakukan barang dana yang
bersumber dari APBN/D
c)
Pembelian barang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia(BI), PT Perusahaan Pengelola Aser (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT Telekomunikais Indonesia (TELKOM), PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Wajatama, PT Pertamina, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik,PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Indonesia
Power, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Kimia Farma, PT
Terminal Petikemas Surabaya, PT Indoensia Comnets Plus, dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non
APBN
|
1,5%
1,5%
1,5%
(Dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai)
|
Atas Penjualan bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau impotir bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pellumas adalah sebagai berikut:
1. bahan bakar minyak:
a) Stasiun
pengisian bahan bakar umum Pertamina
b) Stasiun
pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina
c)
Penjualan pihak selain yang diatas
2. Bahan
Bakar Gas
3.
Pelumas
|
0,25%
0,3%
0,3%
0,3%
0,3%
(dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai)
|
Atas penjualan hasil produksi kepada
distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1. Penjualan
semua jenis semen
2. Penjualan
kerta
3. Penjualan
baja
4. Penjualan
semua jenis kendaraan bermotor dua atau lebih
5.
penjualan semua jenis obat
|
0,25%
0,1%
0,3%
0,45%
0,3%
|
Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor
|
0,45%
Dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
|
Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikana yang belum melalui
proses industri manufaktur oleh badan usaha industri manufaktur oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan.
|
0,25%
Dari harga pembeliaan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai
|
Atas Pembelian batu bara, mineral logam,
mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan oleh industri atau badan usaha
|
1,5%
Dari harga
pembeliaan tidak termasuk PPN
|
Atas Penjualan emas batangan oleh badan
usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga
|
0,45%
Dari harga pembeliaan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai
|
(*)
bagi WP yang tidak berNPWP akan dipungut PPh denagn tariff2x lipat (lebih
tinggi 100%)
Yang
termasuk dalam katefori barang yang tergolong sangat mewah:
a.
Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih
dari Rp20.000.000.000,00
b.
Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual
lebih dari Rp10.000.000.000,00
c.
Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau
harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari
500 m2.
d.
Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan
harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas
bangunan lebih dari 400 m2.
e.
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan
orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv),
multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih
dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Saat Terutang dan
Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
Objek Pajak
|
Saat Terutang
|
Batas Akhir Pembayaran
|
Batas Akhir Pelaporan
|
PPh pasal 22 atas impor
|
Pada
saat pembayaran bea masuk
|
Pada
saat pembayaran bea masuk
|
|
PPh pasal 22 atas impor oleh Direktorat Jenderal
Bea dan cukai
|
Terutang saat pembayaran
bea masuk : jika memperoleh fasilitas penundanaan atau dibebaskan bea masuk,
maka pajak terutang pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk
Dipakai
|
1 hari setelah pemungutan
pajak
|
7 hari setelah batas
waktu penyetoran pajak berakhir
|
PPh pasal 22 atas pembelian barang denagn dana
dari APBN
|
Terutang
pada saat pembayaran
|
Pada
hari yang sama saat pembayaran atau penyerahan barang
|
14
hari setelah masa pajak berakhir
|
PPh pasal 22 atas pembelian barang dari
badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pmeungut
|
Terutang pada saat
pembayaran
|
Tanggal 10 bulan Takwim
berikutnya
|
20 hari setelah Masa
Pajak terakhir
|
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen,
kertas, baja, dan otomotif
|
Terutang
pada saat pembayaran
|
Tanggal
10 bulan Takwim berikutnya
|
20
hari setelah Masa Pajak terakhir
|
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi badan
bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas
|
Terutang pada saat
penerbitan Surat Peritah Pengeluaran Barang (Delivery order)
|
Sebelum Surat Peritah
Pengeluaran Barang ditebus
|
20 hari setelah Masa
Pajak terakhir
|
PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan perhutanan, pertanian, dan perikanan oleh eksportir
|
Terutang
pada saat pembelian
|
Tanggal
10 bulan Takwim berikutnya
|
20
hari setelah Masa Pajak terakhir
|
Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
Sesuai
dengan peraturan di Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan bahwa tata
cara pemungutan, peyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 yaitu:
- PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh
Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank
devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan
dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
batas waktu penyetoran pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan
NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang
sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan
ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari
setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan
NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama
tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan
ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama
dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan
barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8)
disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps.
22 rangkap 3 yaitu:
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan
kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke
KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
PPh Pasal 4 (2) FINAL
Penghasilan
yang dikenakan pajak bersifat final merupakan penghasilan-penghasilan tertentu
yang dikenai PPh dengan tarif tertentu (final) baik melalui pemotongan oleh
pihak lain atau dengan penyetoran sendiri oleh WP.
Penghasilan-penghasilan
tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya dengan
pertimbangan antara lain perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan
investasi dan tabungan masyarakat, kesederhanaan dalam pemungutan pajak,
berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat
Jenderal Pajak, pemerataan dalam pengenaan pajaknya, dan memperhatikan
perkembangan ekonomi dan moneter.
Penghasilan
Wajib Pajak Badan yang dikenai pajak bersifat final antara lain sebagai
berikut:
1. Bunga
deposito/tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia/Surat Berharga Negara;
2. Bunga/diskonto
obligasi;
3. Penghasilan
penjualan saham yang diperdagangkan di bursa efek;
4. Penghasilan
penjualan saham milik perusahaan modal ventura;
5. Penghasilan
Usaha Penyalur/Dealer/Agen Produk BBM;
6. Penghasilan
Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan;
7. Penghasilan
Persewaan atas Tanah/Bangunan;
8. Imbalan
Jasa Konstruksi;
9. Perwakilan
Dagang Asing;
10. Pelayaran/Penerbangan
Asing;
11. Pelayaran
Dalam Negeri;
12. Penilaian
Kembali Aktiva Tetap;
13. Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
Tarif
dan pemotongan PPh yang bersifat final :
1. PPh 131/2000
Bunga
deposito/tabungan, jasa giro, dan diskonto SBI.
20%
x Penghasilan bruto
2. PP 41/1994 jo. PP 14/1997
Penghasilan
dari transaksi saham
0,1%
x Penghasilan bruto dari nilai transaksi penjualan seluruh saham
Tambahan
0,5% x nilai pasar saham saat IPO untuk saham pendiri
3.PP 132/2000 , Hadiah atas undian
25%
x Penghasilan bruto nila undian
4. PP 48/1998 sttd PP 71/2008
Penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan
5%
x Penghasilan bruto nilai pengalihan
1%
x Penghasilan bruto nilai pengalihan
*)Rumah
sederhana dan rumah sangat sederhana oleh developer
5. PP 29/1996
Penghasilan
dari persewaan tanah dan bangunan
10%
x Penghasilan bruto nilai persewaan
6. PP 16/2009
Penghasilan bunga atau diskonto obligasi
15% x penghasilan bruto (untuk WP dalam
negerti dan BUT)
20% x penghasilan bruto (untuk WP luar
negeri)
7. PP 51/2008 jo PMK 187/2008
Imbalan jasa konstruksi
*Jasa
konstruksi oleh kontraktor pengusahan kecil
2%
x imbalan bruto
*Jasa konstruksi dan jasa pengawasan
konstruksi yang berkulaifikasi
4%
x imbalan bruto
*Jasa konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi
yang tidak berkulaifikasi
6%
x imbalan bruto
8. PP 19/ 2009
Dividen yang diterima WP otang pribadi di dalam negeri
10% x Jumlah Bruto
9. PP 17/2009
Penghasilan dari transaksi Derivatif – di
bursa
2,5% x Margin Awal
10. PP 15/2009
Bunga simpanan koperasi
10% x jumlah bruto
(sepanjang jumlahnya lebih dari Rp
240.000,00)
Contoh Soal PPh Pasal 4 (2)
FINAL
1. Sartika mendapatkan undian dari M-Tronik atas undian yang
diikutinya dengan hadiahnya sebesar Rp 1.000.000.000; Hitunglah pajak
penghasilan tersebut!
Jawab:
PPh Pasal 4 (2) Final
25% x Rp 1.000.000.000 = Rp 250.000.000,00
2. Tuan Amir memiliki tanah
seluas 400 dan bangunan
seluas 350 yang
disewakan kepada bu Diah , dengan
rincian pembayaran, sebagai berikut:
Bangunan : Rp 150.000.000,00
Tanah
: Rp 175.000.000,00
Hitunglah besarnya pajak
penghasilan tersebut!
Jawab:
PPh Pasal 4 (2) Final
Bangunan: 10% x Rp 150.000.000,00
= Rp 15.000.000,00
Tanah : 10% x Rp 175.000.000,00 = Rp
17.500.000,00 (+)
Rp 22.500.000,00
Sumber :
Widyaningsih, Aristant. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan denga Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA.
Republik Indonesia. Peraturan Kementrian Keuangan NOMOR 16/PMK.010/2016.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. 2012. Seri PPh - Pajak
Penghasilan Pasal 22. Diakses pada http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. 2012. Penghasilan yang
Dikenakan PPh Final. Diakses pada http://www.pajak.go.id/content/22113-penghasilan-yang-dikenakan-pph-final.
Penyusun :
Anita Sri Pertiwi (1505060)
Rima Puspita Ayu (1505058)
Winny Aprianti Suhendi (1505078)
Bandung, 18 Desember 2016 (Mhyn/A)
Bandung, 18 Desember 2016 (Mhyn/A)
About Unknown
Hai kami adalah Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2015. Ingin tau keseharian kami?, kepoin Instagram kami aja yah :)
Terimakasih telah berbagi ilmu:)
BalasHapusSama-sama:)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswah ilmu nya sangat bermanfaat sekali kawan :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusWah terimakasih materinya sangat membantu
BalasHapusAdanya tabel mempermudah masuknya materi...
BalasHapusMantaaappss membantu sekali:))
BalasHapusTerimakasih materinya membantu
BalasHapus🙂👍👍👍👍
BalasHapusTerimakasih teman-teman materinya sangat membantu, adanya tabel juga jadi mempermudah untuk mengetahui tarif dan ketentuan kapan waktu terutang, kapan batas akhir pembayaran serta pelaporannya.
BalasHapusKalo bisa contoh soalnya tambahin yang PPh Final setiap kasusnya biar lebih ngerti:( hehe
Terimakasih, sangat membantu :)
BalasHapus